Senin, 12 Agustus 2019

Tradisi Yasinan

Sudah diketahui bahwa surat yasin adalah salah surat yang ada di Qur’an. Jika seorang muslim membaca Al-Qur’an, maka ia akan mendapatkan ganjaran pahala, begitupun dengan surat yasin. Dan ini tentu sudah disepakati oleh para ulama. Lalu, kemudian yang jadi masalah adalah ketika seorang muslim mengkhususkan pembacaan surat yasin pada waktu dan momen tertentu saja ditujukan untuk menghadiahkan untuk orang yang sudah meninggal. Sebagaimana tradisi masyarakat yang sudah mendarah daging. Semisal, baca yasinan untuk 7 harian, 40 harian, atau dimalam jum’at dan lain sebagainya.

Sebelum sampai pada inti pembahasan, alangkah baiknya kita kupas terlebih dahulu, apa saja yang bisa diterima oleh orang yang sudah wafat? Apa saja yang bisa dimanfaatkan oleh orang yang sudah wafat? Kurang lebih ada 7 perkara, yaitu ;

            1.    Amal kita sendiri

Hadits Rasulullah SAW diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Ra. Dituliskan oleh Imam Muslim dalam kitabnya ;
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya : "Apabila Manusia meninggal Dunia maka terputuslah amalnya kecuali karena tiga hal, 1. Shadaqah jariyah, 2. Ilmu yang bermanfaat, atau 3. Anak shaleh yang mendoakannya". (HR. Muslim)
Di sini, Nabi mengecualikan suatu manfaat yang masih terus dapat rasakan oleh mayit. Seperti contohnya, sedakah jariyah seperti wakaf masjid, wakat pesantren, dsb.
Dan yang jadi permasalahan, Apakah bisa amalan orang lain dihadiahkan oleh si mayit tersebut? (diakhir pembahasan)

            2.     Doa orang hidup untuk mayit

Doa dari orang yang masih hidup untuk mayit. Dalil kebolehannya adalah ;
      Surat Al-Mumin Ayat 7 :

 الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

Artinya : (Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. “

Catatan : Malaikat memintakan ampunan untuk orang-orang yang beriman, bukan minta ampunan karena malaikat terbebas dari dosa. Ini menjadi dalil Al-Qur’an bahwa meskipun orang sudah meninggal amal orang lain bisa bermanfaat bagi mayit tersebut.
-        Surat Al Hasyr: 10

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya : “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“.” (QS. Al Hasyr: 10)
                Catatan : di sini, orang mukmin memintakan ampunan untuk orang-orang yang sudah mendahului mereka walaupun itu bukan dari anaknya. Berbeda dengan hadits pertama yang menyebutkan anak mendoakan orang tua nya tersebut.
           3.     Sedekah orang hidup untuk mayit (diniatkan)
 Fatwa Imam Ibnu Taimiyah, dalam fatawa nya :
" واما الصدقة عن الميت فإنه ينتفع بها باتفاق العلماء "  فقد وردت الأحاديث عن بذالك
Artinya : “ Adapun, bersedekah diniatkan untuk mayit itu dapat bermanfaat, disepekati oleh ulama.” Banyak hadits yang meriwayatkan hal tersebut
          4.     Haji orang hidup diniatkan untuk mayit (badal haji)
   Semasa hidup belum sempat untuk pergi haji berbagai macam alasan dan kondisi yang tidak memungkinkan melakukan kewajiban tersebut. Kemudian, anak, cucu, saudara kakak, paman, yang semuanya dari ahli waris ataupun orang lain yang mereka sudah pernah menunaikan haji sebelumnya, maka boleh membadalkan haji orang lain atau mayit tersebut.
ما روى ابن عباس رضي الله عنهما أن امرأة من خثعم أتت النبي صلى الله عليه و سلم فقالت : يا رسول الله إن فريضة الله في الحج على عباده أدركت أبي شيخا كبيرا لا يستطيع أن يستمسك على الراحلة أفأحج عنه ؟ قال : نعم قالت : أينفعه ذلك ؟ قال نعم كما لو كان على أبيك دين فقضيته نفعه
Artinya : “Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abbas ra. Bahwa ada seorang wanita dari Khath'am mendatangi Nabi Muhammad SAW. Lalu berkata : Wahai Rasulullah Fardlu haji yang diwajibkan Allah kepada seluruh umat islam telah sampai kepada ayahku sementara dia adalah orang tua yang sudah tidak mampu lagi bertahan di atas kendaraan, apakah saya haji untuknya? Beliau menjawab : iya, si perempuan balik bertanya : apakah itu akan bermanfaat untuknya? Dijawab lagi oleh Rasulullah, bila ayahmu memiliki hutang lalu kamu penuhi hutang tersebut, maka hal tersebut bermanfaat.”
Catatan : dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya haji badal hukumnya diperbolehkan dan bagi yang dibadalkan mendapatkan manfaat atau pahala dari orang yang membadalkan haji nya.
          5.   Membayarkan hutang si mayit
Pernah suatu ketika Nabi menanyakan kepada para sahabatnya apakah si mayit dia punya hutang? Bagi yang menghutangi apakah mau memaafkan nya atau tidak?
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan seorang mayit yang masih memiliki utang, kemudian beliau bertanya, “Apakah orang ini memiliki uang untuk melunasi hutangnya?” Jika diberitahu bahwa dia bisa melunasinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyolatkannya. Namun jika tidak, maka beliau pun memerintahkan, “Kalian shalatkan aja orang ini.”
Tatkala Allah memenangkan bagi beliau beberapa peperangan, beliau bersabda,
أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ
Aku lebih pantas bagi orang-orang beriman dari diri mereka sendiri. Barangsiapa yang mati, namun masih meninggalkan utang, maka aku lah yang akan melunasinya. Sedangkan barangsiapa yang mati dan meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya. Hadits ini menunjukkan bahwa pelunasan utang si mayit dapat bermanfaat bagi dirinya.
Sedangkan apakah pelunasan utang si mayit di sini wajib ataukah tidak, di sini ada dua pendapat di kalangan ulama Syafi’iyyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa wajib dilunasi dari baitul maal. Sebagian lagi mengatakan tidak wajib.
      6.     Puasa untuk mayyit
Pendapat yang mengatakan bahwa qodho’ puasa bermanfaat bagi si mayit dipilih oleh Abu Tsaur, Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i, pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, pendapat pakar hadits dan pendapat Ibnu Hazm.
Dalil dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya. ” Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah ahli waris
7.     Menghadiahkan bacaan Al-Qur’an untuk mayit
Berbeda pendapat ulama. Imam Nawawi, yang masyhur dalam mazhab Syafi’I adalah sesungguhnya bacaan ayat Al-Qur’an untuk si mayit pahala nya tidak sampai kepada yang sudah meninggal. Akan tetapi, banyak ulama syafiiyah tidak berkata demikian, melainkan  berkata ;
 (Pahala nya sampai kepada si mayit) " يصل ثوابها "
Dalam mazhab Imam Ahmad, justru pahala bacaan ayat Al-Qur’an yang dihadiahkan untuk si mayit sampai kepadanya. (disebutkan syarh sahih muslim oleh Imam Muslim)
Ibnu Qudamah, di kitab Al-Mughni : Bahwa sampai bacaan Al-Qur’an ke mayit disandarkan dengan hadits-hadits sahih. Baik ibadah badaniyah atau Maliyah itu semua sampai pahala nya kepada si mayit.
Ibnu Qudamah berkata :
" في ثواب من قرأ سورة يس تخفيف الله بقرائته ولأنه إجماع المسلمين فإنه في كل عصر ومصر  يجتمعون ويقرؤون القران ويهدون الي موتاهم من غير نكير "
Artinya : “ ganjaran pahala bagi orang-orang yang membaca salah surat dalam Al Qur’an seperti Yasin, adalah untuk mendapatkan keringanan siksaan dengan membacanya, dan karena sudah sepakat ulama di setiap zaman dan tempat, mereka berkumpul dan menghadiahkan bacaan tersebut untuk si mayit, dan hal ini tidak diperselisihkan oleh ulama.”
Dalam Mazhab Hanafi :
" فقد صرح الحنفية بانتفاع الميت بإهداء ثواب بعض القران له "
Artinya : “ Telah dinyatakan secara jelas atas manfaat yang diterima oleh mayit yang dihadiahkan dari bacaan ayat Al Qur’an.” (disebutkan dalam kitab Aduru al Mukhtar fii rad Al Mukhtar)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam fatawa nya berkata :
" أن ثوابها يصل إليه "
Artinya : “ Pahala bacaan sampai kepadanya.”
Syarat agar sampai kepada si mayyit, ;
-         الأ تكون قراءة القارئ بعوض
(harus membacakan Al Qur’an untuknya tanpa imbalan, niat tulus karena Allah SWT dan menghadiahkan pahala bacaan kepada si mayit)
Syaikh Ibnu Taimiyah :
" وأما استئجار بنفس القراءة والإمتاع فلا يصح بذالك لأن لا يجوز إيقائها لان لا لاجل التقرب الي الله تعالي "
Artinya : “Transaksional diawal dengan mensyaratkan agar memberikan upah tidak diperbolehkan, karena hal itu tidak dapat dibenarkan karena niat bukan untuk Allah SWT.”
Kesimpulan :
permasalahan menghadiahkan bacaan Al-Qur’an atau dalam tradisi masyarakat ini disebut dengan 'yasinan' ulama berbeda pendapat. Mazhab Imam Abu Hanifah, Mazhab Imam Ahmad, ulama malikiyah, mayoritas Mazhab Imam Syafii membolehkan melakukan hal tersebut, yakni menghadiahkan pahala puasa, sedekah dan bacaan Al-Qur’an dapat diterima oleh mayit, arti lain sampai kepada si mayit, dengan syarat tidak dijadikan lahan bisnis, agar niat tetap ditujukan untuk Allah SWT bukan hal yang lain. Sedangkan sebagian ulama Malikiyah dan Sebagian ulama Syafiiyah tidak berpendapat demikian.
Adapun terkait pengkhususan waktu dan momen tertentu saat pelaksanaan baca yasinan tersebut bukanlah termasuk perkara bid'ah sebagaimana yang disampaikan oleh kelompok paham radikalisme. Sebagaimana penetapan ulama suatu amalan yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip dan pilar-pilar dalam syariat tidaklah hal tersebut dilarang. Begitupun statemen bahwa setiap perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi semua nya bid'ah itu tidak dapat dibenarkan, sebab banyak amalan-amalan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi, tapi dilakukan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya, semisal pengkodifikasian Al-Qur'an, bacaan doa i'tidal, shalat tarawih berjamaah, pergi haji menggunakan pesawat, dsb.Wallahu a’lam
(ditulis oleh Muhammad Ar’rafii, Mahasiswa Al-Azhar, Kairo – Mesir)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Islamic Ethics

Kata ‘Ethic’ dalam bahasa Inggris didefinisikan sebagai etika, akhlak, atau budi pekerti. Tidak sedikit kata bahasa Indonesia merupakan ...