Sebelum sampai pada inti
pembahasan, alangkah baiknya kita kupas terlebih dahulu, apa saja yang bisa
diterima oleh orang yang sudah wafat? Apa saja yang bisa dimanfaatkan oleh
orang yang sudah wafat? Kurang lebih ada 7 perkara, yaitu ;
1. Amal kita sendiri
Hadits Rasulullah SAW
diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Ra. Dituliskan oleh Imam Muslim dalam kitabnya
;
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ
انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya
: "Apabila Manusia meninggal Dunia maka terputuslah amalnya kecuali
karena tiga hal, 1. Shadaqah jariyah, 2. Ilmu yang bermanfaat, atau 3. Anak
shaleh yang mendoakannya". (HR. Muslim)
Di
sini, Nabi mengecualikan suatu manfaat yang masih terus dapat rasakan oleh
mayit. Seperti contohnya, sedakah jariyah seperti wakaf masjid, wakat
pesantren, dsb.
Dan
yang jadi permasalahan, Apakah bisa amalan orang lain dihadiahkan oleh si mayit
tersebut? (diakhir pembahasan)
2.
Doa orang hidup
untuk mayit
Doa
dari orang yang masih hidup untuk mayit. Dalil kebolehannya adalah ;
Surat
Al-Mumin Ayat 7 :
الَّذِينَ يَحْمِلُونَ
الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ
وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً
وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ
الْجَحِيمِ
Artinya : ” (Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat
yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman
kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya
mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala
sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti
jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. “
Catatan
: Malaikat memintakan ampunan untuk orang-orang yang beriman, bukan minta
ampunan karena malaikat terbebas dari dosa. Ini menjadi dalil Al-Qur’an bahwa meskipun
orang sudah meninggal amal orang lain bisa bermanfaat bagi mayit tersebut.
- Surat Al Hasyr: 10
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya : “Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang“.” (QS. Al Hasyr: 10)
Catatan :
di sini, orang mukmin memintakan ampunan untuk orang-orang yang sudah
mendahului mereka walaupun itu bukan dari anaknya. Berbeda dengan hadits
pertama yang menyebutkan anak mendoakan orang tua nya tersebut.
3.
Sedekah orang hidup
untuk mayit (diniatkan)
Fatwa Imam Ibnu Taimiyah, dalam fatawa nya :
" واما
الصدقة عن الميت فإنه ينتفع بها باتفاق العلماء " فقد وردت الأحاديث عن بذالك
Artinya : “ Adapun,
bersedekah diniatkan untuk mayit itu dapat bermanfaat, disepekati oleh ulama.”
Banyak hadits yang meriwayatkan hal tersebut
4.
Haji orang hidup
diniatkan untuk mayit (badal haji)
Semasa hidup belum sempat untuk
pergi haji berbagai macam alasan dan kondisi yang tidak memungkinkan melakukan
kewajiban tersebut. Kemudian, anak, cucu, saudara kakak, paman, yang semuanya
dari ahli waris ataupun orang lain yang mereka sudah pernah menunaikan haji
sebelumnya, maka boleh membadalkan haji orang lain atau mayit tersebut.
ما روى ابن عباس رضي الله
عنهما أن امرأة من خثعم أتت النبي صلى الله عليه و سلم فقالت : يا رسول الله إن
فريضة الله في الحج على عباده أدركت أبي شيخا كبيرا لا يستطيع أن يستمسك على
الراحلة أفأحج عنه ؟ قال : نعم قالت : أينفعه ذلك ؟ قال نعم كما لو كان على أبيك
دين فقضيته نفعه
Artinya
: “Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abbas ra. Bahwa ada seorang wanita dari Khath'am
mendatangi Nabi Muhammad SAW. Lalu berkata : Wahai Rasulullah Fardlu haji yang
diwajibkan Allah kepada seluruh umat islam telah sampai kepada ayahku sementara
dia adalah orang tua yang sudah tidak mampu lagi bertahan di atas kendaraan,
apakah saya haji untuknya? Beliau menjawab : iya, si perempuan balik bertanya :
apakah itu akan bermanfaat untuknya? Dijawab lagi oleh Rasulullah, bila ayahmu
memiliki hutang lalu kamu penuhi hutang tersebut, maka hal tersebut
bermanfaat.”
Catatan : dari
hadits di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya haji badal hukumnya
diperbolehkan dan bagi yang dibadalkan mendapatkan manfaat atau pahala dari
orang yang membadalkan haji nya.
5. Membayarkan hutang si mayit
Pernah suatu ketika Nabi menanyakan kepada para sahabatnya
apakah si mayit dia punya hutang? Bagi yang menghutangi apakah mau memaafkan
nya atau tidak?
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan seorang
mayit yang masih memiliki utang, kemudian beliau bertanya, “Apakah orang ini
memiliki uang untuk melunasi hutangnya?” Jika diberitahu bahwa dia bisa melunasinya,
maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyolatkannya.
Namun jika tidak, maka beliau pun memerintahkan, “Kalian shalatkan aja orang
ini.”
Tatkala Allah
memenangkan bagi beliau beberapa peperangan, beliau bersabda,
أَنَا
أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ
فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ
“Aku lebih pantas
bagi orang-orang beriman dari diri mereka sendiri. Barangsiapa yang mati, namun
masih meninggalkan utang, maka aku lah yang akan melunasinya. Sedangkan
barangsiapa yang mati dan meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya. Hadits
ini menunjukkan bahwa pelunasan utang si mayit dapat bermanfaat bagi dirinya.
Sedangkan apakah
pelunasan utang si mayit di sini wajib ataukah tidak, di sini ada dua pendapat
di kalangan ulama Syafi’iyyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa wajib dilunasi
dari baitul maal. Sebagian lagi mengatakan tidak wajib.
6. Puasa untuk mayyit
Pendapat yang
mengatakan bahwa qodho’ puasa bermanfaat bagi si mayit dipilih oleh Abu Tsaur,
Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i, pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, pendapat
pakar hadits dan pendapat Ibnu Hazm.
Dalil dari pendapat
ini adalah hadits ‘Aisyah,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa
yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang
nanti akan mempuasakannya. ” Yang dimaksud “waliyyuhu”
adalah ahli waris
7. Menghadiahkan bacaan Al-Qur’an untuk mayit
Berbeda pendapat
ulama. Imam Nawawi, yang masyhur dalam mazhab Syafi’I adalah sesungguhnya
bacaan ayat Al-Qur’an untuk si mayit pahala nya tidak sampai kepada yang sudah
meninggal. Akan tetapi, banyak ulama syafiiyah tidak berkata demikian,
melainkan berkata ;
(Pahala nya sampai kepada si mayit) " يصل ثوابها "
Dalam mazhab Imam
Ahmad, justru pahala bacaan ayat Al-Qur’an yang dihadiahkan untuk si mayit
sampai kepadanya. (disebutkan syarh sahih muslim oleh Imam Muslim)
Ibnu Qudamah, di
kitab Al-Mughni : Bahwa sampai bacaan Al-Qur’an ke mayit disandarkan dengan
hadits-hadits sahih. Baik ibadah badaniyah atau Maliyah itu semua sampai pahala
nya kepada si mayit.
Ibnu Qudamah berkata
:
" في ثواب من قرأ سورة يس تخفيف الله بقرائته ولأنه إجماع
المسلمين فإنه في كل عصر ومصر يجتمعون
ويقرؤون القران ويهدون الي موتاهم من غير نكير "
Artinya : “
ganjaran pahala bagi orang-orang yang membaca salah surat dalam Al Qur’an
seperti Yasin, adalah untuk mendapatkan keringanan siksaan dengan membacanya,
dan karena sudah sepakat ulama di setiap zaman dan tempat, mereka berkumpul dan
menghadiahkan bacaan tersebut untuk si mayit, dan hal ini tidak diperselisihkan
oleh ulama.”
Dalam Mazhab Hanafi
:
" فقد صرح الحنفية بانتفاع الميت بإهداء ثواب بعض القران له
"
Artinya : “ Telah
dinyatakan secara jelas atas manfaat yang diterima oleh mayit yang dihadiahkan
dari bacaan ayat Al Qur’an.” (disebutkan dalam kitab Aduru al Mukhtar fii
rad Al Mukhtar)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, dalam fatawa nya berkata :
" أن ثوابها يصل إليه "
Artinya : “
Pahala bacaan sampai kepadanya.”
Syarat agar sampai
kepada si mayyit, ;
-
الأ تكون قراءة القارئ بعوض
(harus membacakan Al
Qur’an untuknya tanpa imbalan, niat tulus karena Allah SWT dan menghadiahkan
pahala bacaan kepada si mayit)
Syaikh Ibnu Taimiyah
:
" وأما استئجار بنفس القراءة والإمتاع فلا يصح بذالك لأن لا
يجوز إيقائها لان لا لاجل التقرب الي الله تعالي "
Artinya :
“Transaksional diawal dengan mensyaratkan agar memberikan upah tidak
diperbolehkan, karena hal itu tidak dapat dibenarkan karena niat bukan untuk
Allah SWT.”
Kesimpulan :
permasalahan menghadiahkan bacaan Al-Qur’an atau dalam tradisi
masyarakat ini disebut dengan 'yasinan' ulama berbeda pendapat. Mazhab Imam Abu
Hanifah, Mazhab Imam Ahmad, ulama malikiyah, mayoritas Mazhab Imam Syafii
membolehkan melakukan hal tersebut, yakni menghadiahkan pahala puasa, sedekah
dan bacaan Al-Qur’an dapat diterima oleh mayit, arti lain sampai kepada si
mayit, dengan syarat tidak dijadikan lahan bisnis, agar niat tetap ditujukan
untuk Allah SWT bukan hal yang lain. Sedangkan sebagian ulama Malikiyah dan
Sebagian ulama Syafiiyah tidak berpendapat demikian.
Adapun terkait pengkhususan waktu dan momen tertentu saat
pelaksanaan baca yasinan tersebut bukanlah termasuk perkara bid'ah sebagaimana
yang disampaikan oleh kelompok paham radikalisme. Sebagaimana penetapan ulama
suatu amalan yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat selama tidak
bertentangan dengan prinsip dan pilar-pilar dalam syariat tidaklah hal tersebut
dilarang. Begitupun statemen bahwa setiap perbuatan yang tidak pernah dilakukan
oleh Nabi semua nya bid'ah itu tidak dapat dibenarkan, sebab banyak
amalan-amalan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi, tapi dilakukan oleh para
sahabat dan generasi selanjutnya, semisal pengkodifikasian Al-Qur'an, bacaan
doa i'tidal, shalat tarawih berjamaah, pergi haji menggunakan pesawat, dsb.Wallahu
a’lam
(ditulis oleh Muhammad
Ar’rafii, Mahasiswa Al-Azhar, Kairo – Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar