Selasa, 04 September 2018

Resensi Buku “ Husnu Al Muhadharah Fii Akhbaari Misr wa Al Qohiroh “

Judul Kitab       : “ Husnu Al Muhadharah Fii Akhbaari Misr wa Al Qohiroh “
Penulis               : Al Hafidz Jalaluddin Abdurrahman As suyuthi
Pentahkik          : Dr. Ali Muhammad Umar
Penerbit             : Al Khonji, Kairo
Tebal Buku        : berisi 2 Jilid, jiid pertama 576, jilid kedua 591 Halaman
Tahun Terbit     : 2007 M / 1428 H
Resentator         : Muhammad Ar’rafii
Sinopsis Kitab   :

Imam As-suyuthi sebagai salah satu seorang ulama bermadzhab Syafi’i yang pakar dalam banyak bidang keilmuaan islam, seperti Ilmu Fiqih, Ilmu Hadits, Ilmi Tafsir dan lain sebagainya.  Nama As-suyuthi itu dinisbatkan kepada salah satu kota yang berada di mesir, di lahirkan di Kairo dan besar di dalamnya. selama kehidupan yang ia jalani, ia pernah pergi ke negeri Syam, Hijaz, yaman, India, Maroko, dan lain sebagianya, yang pada akhirnya ia menetap di Kota kairo, Mesir. pada saat itu, Pengarang kitab Al Asybah Wa nazhoir ini mendapatkan beberapa jabatan yang diberikan atas kapasitas serta otoritas dalam segala hal yang ia miliki. Di usia sekitar 40 tahun, ia mengasingkan diri dari hal-hal tersebut, tidak lain tujuan yang ia lakukan ketika itu adalah fokus untuk menulis literatur islam berupa kitab-kitab yang mendasar untuk memahami nilai keislamanan yang tentunya telah ia kuasai di setiap bidang yang ada.

                Sangat disayangkan jika seorang muslim yang bermadzhab Syafi’i buta tidak mengenal biografi dan nilai historis terhadap Imam yang agung ini. Syeikh As syarqowi menyebutkan di dalam kitab Maktabah Jalaluddin As-suyuthi bahwa Ia, Imam As-suyuthi mempunyai buku karangan sekitar 725 buku.
                Dan salah satu karangan Imam As suyuthi, Husnu Al Muhadharah Fii Akhbari Misr wa Al Qohiroh, masyhur di kalangan pelajar yang sedang mendalami ilmu dalam bidang sejarah ini sangat perlu di miliki bagi kita yang ingin mengetahui lebih jauh tentang bagaimana awal permulaan Negara mesir itu muncul, apa saja sisi historis yang terkandung di dalamnya sehingga mesir bisa menjadi kiblat ilmu bagi para pelajar agama yang ingin mendalami literatur islam. kitab ini juga menyinggung tentang siapa yang pertama kali menempati atau tinggal hidup di mesir, mulai dari pada zaman Nabi Nuh (Alaihi Salam), zaman sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in termasuk di dalamnya Al Imam Al Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i, hambali) dan seterusnya.

                Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa kitab ini sangat perlu di miliki bagi kaum pelajar yang khususnya sedang menekuni ilmu sejarah. Selain dari sisi pembahasan yang sangat menarik bagi para pembaca untuk mengenal lebih dalam keutamaan yang dimiliki oleh mesir itu sendiri. Bahkan beberapa ayat Al Qur’an juga banyak menjelaskan sisi keistimewaan yang Allah berikan untuk Mesir hingga Rakyatnya. Selain Al Qur’an membicarakan tentang hal keistimewaan tersebut, begitu pun Hadits Nabi SAW yang menyebutkan hal yang sama.

                Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Mesir ini memiliki sejuta ulama yang telah memberikan kontribusi besar bagi kaum muslimin, misalnya saja Imam Syafi’I yang dimakamkan di mesir, sudah dimaklumi bahwa ia adalah seorang imam sangat lihai dalam permasalahan Fiqhiyyat yang boleh tentu tidak semua orang mampu untuk bisa memperdalami ilmu tersebut. Dan beliau dimakamkan di Mesir. lalu, kemudian ketika kita membaca sejarah mengenai tentang penaklukan kota mesir yaitu sahabat nabi, Amr ibn Ash, sang pembebas Mesir, berkat do’a Nabi Muhammad SAW atas kebaikan yang diberikan untuk sang penakluk mesir ini, maka hingga kini kita dapat merasakan keindahan, keistimewaan yang dimilik oleh Negeri kinanah ini.

Keunggulan Kitab :

Kitab yang nanti akan di beli dan baca ini, memliki keunggulan dari kitab semisalnya yaitu bahasa yang digunakan oleh penulis mudah untuk dipahami bagi pelajar yang tidak berbahasa arab ( Non Arab ). Dan juga sisi penempatan judul yang diberikan itu sangat beraturan sehingga dapat memudahkan kita untuk mengikuti alur cerita yang ingin disampaikan oleh Penulis, yang kedua mungkin bagi kalangan pelajar salah satu yang menjadi kendala saat ingin membaca yaitu kesulitan untuk bisa membeli kita tersebut, akan tetapi bisa dikatakan bahwa harga kitab ini sangat terjangkau bagi kalian yang ingin memilikinya. Maka, dengan ini sangat dianjurkan untuk membelinya sekaligus kita akan mempelajari nilai historis Mesir yang terdapat pada kitab “ Husnul Al Muhadharah Fii Akhbaari Misr wa Al Qohiroh “

Kekurangan Kitab :

Ada beberapa pembahasan yang di utarakan oleh penulis dalam kitab ini adalah nama-nama ulama atau pemimpin Mesir saat itu, yang di terdapat di Mu’jam Arab, barangkali jika kita belum pernah membaca atau mendengar Kitab Mu’jam ( Kamus Nama-Nama ) akan terasa asing di telinga kita dan mungkin bisa menjadi kendala saat kita membaca pada pembahasan tersebut.







Resensi Buku " Man Nabiyyuka?! Huwa sayyiduna Muhammad SAW "

Judul Kitab            : Man Nabiyyuka?! Huwa sayyiduna Muhammad SAW
Penulis                   : Dr. Ali Gomaa
Penerbit                 : Dar Al-Jawami’ Al-Kalim
Tebal Buku            : 275 Halaman
Tahun Terbit         : 2010
Resentator             : Muhammad Ar’rafii
Sinopsis Kitab       :

Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki asal-usul atau sejarah mengapa ilmu tersebut bisa muncul dan kemudian berkembang hingga saat ini. Mempelajari sejarah menjadi hal yang penting untuk dipelajari oleh seorang pembaca sebelum ia ingin membaca atau mengkaji suatu cabang ilmu. Dengan mempelajari sejarah kita dapat memahami arti urgensitas yang terkandung pada ilmu tesebut, mengenal lebih dekat dengan penulis buku, meresapi setiap isi kandungan yang dituliskan oleh penulis.

saat ini, buku-buku yang menceritakan tentang sejarah sudah terbilang banyak dan setiap buku memiliki ciri khas masing-masing dengan cara penulisan yang berbeda. Kamajemukan buku sejarah saat ini, mengharuskan kita untuk memilihnya secara selektif, tidak sembarang memilihnya kecuali setelah melihat sisi positif yang dimiliki oleh buku tersebut.

Diantara buku-buku yang membahas tentang sejarah, baik sejarah munculnya suatu ilmu atau sejarah mengenai riwayat seseorang itu memiliki pengaruh besar di dalam khazanah Islam. tidak ada pembahasan riwayat sejarah seseorang yang paling dimuliakan kecuali sejarah riwayat Rasulullah SAW.

Maka, kali ini Resentator sedikit menjelaskan salah satu buku yang membahas tentang Riwayat Sayyidina Muhammad SAW, yaitu kitab “Man Nabiyyuka?! Huwa sayyiduna Muhammad SAW”. Salah satu karangan mantan mufti Mesir, Syaikh Ali Gomaa –Hafidzahallahu-
Buku ini terbilang mudah dipahami dan dimengerti setiap kata di dalamnya. Penulis juga menggunakan bahasa yang sederhana, jelas, singkat dan padat. Sehingga bagi pembaca tidak sulit untuk memahaminya.

Pada buku ini, Penulis memapaparkan isi materi sejarah secara singkat tapi padat. Ia menjelaskan pengertian dari nasab Nabi Muhammad SAW, mulai dari Nabi Ibrahim ke Adnan kemudian sampai kepada Rasulullah SAW. ia juga tidak hanya membahas perihal nasab garis keturunan Nabi akan tetapi sedikit menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan kitab-kitab terdahulu, seperti Taurat, Injil, Zabur. Beliau perkataan Nabi terdahulu sebelum datangnya Islam itu menceritakan akan datang seorang Rasul Tekahir, Imam Para Rasul, Penyempurna dari Agama sebelumnya, ialah Muhammad SAW. Hal ini disebutkan oleh penulis secara detail dengan bahasa yang mudah dipahami.

Penulis juga menuliskan nama lain Nabi Muhammad besertakan dalil-dalil yang bisa dijadikan bukti atas kebenaran hal tersebut. Sering kali di dalam kitab ini, ia menuliskan riwaya Hadits Nabi yang berkaiatan dengan Pembahasan pada setiap bab, agar pembaca dapat lebih mudah memahami dan mencerna isi materi yang ingin disampaikan oleh Penulis.

Biografi Penulis, Beliau adalah Abu Ubadah Nuruddin Ali bin Jum’ah bin Muhammad bin Abdul Wahhab bin Salim bin Abdullah bin Sulaiman Al-Azhary As-syafi’I Al-Asy’ary. Dilahirkan di kota Bani Suef, pada hari Senin 7 Jumadal Akhir 1371 H / 3 Maret 1952 M. beliau terlahir dari keluarga yang terhormat, Ibunya adalah Fathiyah Hanim binti Ali bin ‘id. Seorang wanita dikenal berakhlak baik, senantiasa menjaga shalat dan puasa sejak masa baligh. Ayahnya adalah Syaikh Jum’ah bin Muhammad, seorang Ahli dalam bidang Fikih, lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Kairo.

Keunggulan Kitab :

Sangat direkomendasikan sekali bagi pemula, yang sedang ingin memulai memahami sejarah Nabi Muhammad SAW. sebagaimana yang sudah disebutkan, Penulis menggunakan dengan bahasa yang mudah dipahami, dimengerti oleh pembaca. buku ini juga bisa dibaca tanpa bimbingan khusus, bukan seperti kitab Mantiq, Ushul Fiqih dan lain-lain.

Kekurangan Kitab :


Kitab dengan cetakan ini mudah sekali rusak dan juga harga sekelas buku kecil ini terbilang mahal, Tidak sepadan dengan kualitas buku pada umumnya.

Fiqih Kontemporer (Thaharah)

Hukum bersuci bagi orang yang memiliki kuku palsu dan alis mata palsu?

Sudah diketahui, bahwa membasuh kedua tangan hingga sikut dan membasuh wajah adalah menjadi syarat wajib nya wudhu, tanpa membasuh kedua maka, tidak sah wudhu-nya. Dewasa ini, ada beberapa sekolompok manusia yang membuat kuku palsu dan alis mata palsu. Hal ini, tidak terlepas dari dua keadaan. Yang pertama adalah ; pembuatan alis mata palsu dan kuku palsu disebabkan karena terjadi darurat, memiliki tujuan yang tidak dibuat-dibuat. Seperti contohnya : wajah orang tersebut mengalami kebakaran sehingga merubah bentuk wajah yang tidak sewajarnya atau bisa dianalogikan kepada keadaan yang semisalnya. yang terpenting merubah bentuk wajah yang mengakibatkan kecacatan. Maka, keadaan seperti ini diperbolehkan oleh syariat. Lalu, kemudian, yang kedua : keadaan wajah seorang yang sengaja merubah bentuk ciptaan tuhan, tidak lain tujuan nya adalah untuk berhias, maka perubahan ciptaan Allah itu tidak diperbolehkan oleh syariat yang telah disepakati oleh para ulama fuqaha, karena perbuatan tersebut terdapat pengubahan ciptaan tuhan. Lalu, bagaimana cara mereka bersuci?

Jika seorang yang memiliki keadaan seperti ini yang disebabkan karena darurat, dan kemudian, pembuatan alis mata palsu dan kuku palsu tersebut dibuat dengan bahan-bahan yang sifatnya permanen tidak dapat lagi untuk dilepas, maka dengan keadaan seperti ini orang tersebut diperbolehkan bersuci tanpa melepaskan kuku palsu atau alis mata tersebut. Dan begitu juga, sah digunakan untuk mandi besar. Tapi apabila, pembuatan alis mata tersebut bisa untuk dilepas tanpa mengakibatkan masalah yang besar, maka dia harus melepasnya karena alliran air wudhu wajib untuk sampai ke bagian yang ia tutup itu. Wallahu A’lam.

Hukum bersuci ketika menggunakan wig ( rambut palsu )?

Mayoritas ulama fuqaha dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hambali mengatakan bahwa menyambungkan rambut asli dengan rambut palsu itu hukumnya haram, dilarang oleh  syariat. Yang melakukan itu perempuan ataupun laki-laki secara mutlak syariat mengharamkan-nya. Berdasarkan dalil yang diriwayatkan oleh Asma binti abu bakar - RA –

" عن اسماء بنت ابي بكر – رضي الله عنها – أن امرأة جاءت الي النبي – صلي الله عليه و سلم – و قالت يا رسول الله أنّ لي ابنة عريسا اصابته حصبة فتمرق شعرها, أفأصله ؟ فقال لعن الله الواصلة و المستوصلة.1
Artinya : “ Diriwayatkan oleh Asma binti Abu bakar - RA – bahwa datang seorang perempuan kepada Nabi SAW, lalu berkata : wahai Rasulullah bahwa saya memiliki seorang anak perempuan, dia seorang pengantin yang dilanda penyakit campak sehingga rontok rambut-nya, apakah boleh saya menyambung rambut tersebut ? Nabi SAW menjawab : semoga Allah melaknat orang yang menyambung rambut-nya ataupun yang Meminta untuk disambungkan. “

Jikalau perbuatan sambung rambung rambut terjadi disebabkan darurat, karena untuk menutupi aib bagi wanita yang tidak memiliki rambut sama sekali. Disini, ulama fuqaha berbeda pendapat. Mayoritas ulama tetap melarang-nya berdasarkan hadits nabi yang diatas, karena nabi melarang bagi orang yang melakukan sambung rambut tersebut meskipun dalam keadaan darurat, dan ada sebagian ulama seperti ibn muhanna An-nafrawi Al-maliki dan yang lainnya memperbolehkan menggunakan wig sebagai pengganti-nya, karena mereka mengatakan bahwa hadist nabi tersebut mengharamkan sambung rambut sedangkan menggunakan wig bukanlah bagian dari sambung rambut, ia berbeda konteks dari hadits tersebut. Karena wig adalah rambut palsu yang diletakkan diatas kepala.
An-nafrawi Al-maliki berkata : sambung rambut  disini yang dipahami adalah bahwa jika rambut palsu tidak sampai menyambung dengan rambut asli yang diletakkan diatas kepala maka hal ini, diperbolehkan. Sebagaimana di ungkapan juga oleh Al-Qhadi iyadh karena wig adalah kumpulan rambut yang dijahit dengan benang yang biasa digunakan oleh seorang wanita untuk memperindah tampilan-nya dan tidak kesulitan untuk melepasnya, maka tidak dilarang oleh syariat. [2]
            Sedangkan yang jadi inti permasalahan disini adalah bagaimana ketika seseorang yang sedang menggunakan wig, lalu ingin bersuci, apakah dibolehkan oleh syariat untuk tidak melepas-nya atau tidak ?
Ada dua pendapat ulama tentang masalah ini, pendapat pertama mengatakan bahwa orang tersebut dihukumi seperti orang yang menumbuhkan rambut baru secara biologis atau melakukan operasi tanam rambut.[3] dan pendapat yang kedua mengatakan bahwa membasuh wig yang sedang digunakan-nya untuk bersuci hukumnya boleh, di qiyaskan (analogikan) dengan membasuh kerudung wanita saat bersuci, sebagai bentuk rukhsah (keringanan). Karena suatu hari nabi SAW pernah membasuh imamah-nya (tutup kepala) tanpa membasuh rambut-nya dan pembasuhan tersebut memiliki batas waktu yaitu tiga hari bagi seorang musafir, sehari semalam bagi orang yang menetap.
            Sedangkan dalam penggunaan wig yang digunakan untuk perbuatan haram, maka tidak boleh bagi-nya membasuh wig saat bersuci, karena perbuatan rukhsah ini tidak diperuntukkan bagi mereka yang sedang dalam keadaan bermaksiat.
            Dan kemudian, wajib membuka wig yang digunakan-nya ketika ingin melakukan mandi besar, karena berdasarkan syarat wajibnya mandi adalah harus mengalirnya air ke seluruh bagian tubuh. Yang hal ini sudah di sepakati bersama oleh ahlu ilmi (ulama).

Hukum memegang mushaf Al-Qur’an tanpa bersuci?

Ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini, secara global hanya terdapat dua pendapat yang menyinggung masalah ini. Pendapat yang pertama mengatakan tidak bagi seorang muslim memegang Al-Qur’an tanpa bersuci terlebih dahulu. Dan pendapat ini dikatakan oleh mayoritas ulama dari kalangan hanafiyah, malikiyah, syafi’iyah, hambali. Kecuali imam malik membolehkan memegang Al-qur’an ketika saat belajar ataupun mengajarkan-nya disertai dengan keadaan darurat. Dalam hal ini mereka mengambil dalil dari ayat Al-qur’an yang berbunyi :

" لَا يَمسُّهُ اِلاَّ المُطَهَّرُونَ تَنزِيلٌ مِن رَبِّ العَالِمينَ "

“ tidak ada yang menyentuh-nya kecuali hamba-hamba yang disucikan, diturunkan dari tuhan semesta alam “ 1

Dalil ayat Al-qur’an ini menerangkan bahwa Allah mensifati kitab suci Al-Qur’an dengan sesuatu yang agung, bersih tanpa kesalahan apapun dan boleh memegangnya bagi mereka dalam keadaan bersuci. Ayat ini bersifat khabr (pernyataan) yang bermakna sebuah perintah, sebagaimana yang sudah ditekankan bahwa ini menunjukkan atas mushaf yang ada di genggaman manusia bukan Al-lauh Al-mahfudz (belum terlihat keberadaan-nya) karena ayat selanjutnya mengatakan yang “diturunkan” dari tuhan semesta alam yaitu Al-Qur’an.
Lalu kemudian, mereka mengambil dalil dari hadis nabi SAW yang diriwayatkan oleh ibn umar,

" حديث ابن عمر أن النبي – صلي الله عليه و سلم – قال لا يمس القران الا طاهر "
قال ابن حجر : و اسناده لا باس به

Artinya : “ diriwayatkan oleh ibn umar bahwa nabi SAW bersabda tidak lah seseorang memegang Al-Qur’an kecuali ia telah bersuci. “

Ibn hajar berkata : rantai periwayatan hadits ini tidak bermasalah ( bisa diamalkan ).
       Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa memegang Al-qur’an tidak disyaratkan untuk bersuci terlebih dahulu, boleh bagi-nya untuk memegang-nya tanpa bersuci. Pendapat ini disampaikan oleh madzhab Adz-zhohiry dan yang sepakat dengan-nya. Dalil pendapat ini adalah sama seperti pendapat yang pertama, mereka mengambil dari dalil Al-Qur’an yang berbunyi :

أن النبي – صلي الله عليه و سلم – كتب الي هرقل " قُل يَا أهلَ الكتَابِ تَعالَوا اِلَي كلمةٍ سواءٍ بَينَنَا و بَينكُم إِلَّا نَعبُدَ إِلَّا اللهَ ولا نُشرِكُ بِهِ شَيئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعضُنا بَعضًا أَربَابًا مِن دُونِ اللهِ فَإِن تَولَّوا 
فَقُولُوا اشهَدُوا بِأَنَّا مُسلِمُونَ " ( ال عمران : 64)

Artinya : “ Katakanlah (Muhammad), “ Wahai ahli kitab ! marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kalian, bahwa kita tidak menyembah selain Allah. “ jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), saksikanlah, bahwa kami adalah seorang muslim “

Pemahaman mereka dari ayat Al-qur’an ini adalah bahwa nabi SAW mengirim sebuah kitab Al-qur’an kepada kaum nasrani yang sudah diyakini bahwa mereka memegang kitab tersebut. Dan kaum nasrani bukan lah seorang muslim.
            Akan tetapi pemahaman madzhab yang kedua ini dibantah oleh ulama lainnya yang tidak sependapat dengan-nya, bantahan-nya adalah yang dimaksud rasul mengirim kitab disini adalah bukan kitab suci Al-qur’an, akan tetapi kitab fiqih atau sejenisnya yang boleh dipegang tanpa bersuci terlebih dahulu.
Sudah dapat terlihat bahwa pendapat yang dibenarkan disini adalah pendapat pertama yaitu mayoritas ulama yang tidak membolehkan memegang kitab suci Al-Qur’an kecuali sudah bersuci. Berdasarkan dalil yang mereka sampaikan itu lebih kuat dari pada pendapat kedua, dan begitu juga hadits ibn umar yang sudah disepakati oleh mayoritas ulama fuqaha atas kesahahihan-nya. Dan ditambahkan dengan pendapat madzhab maliki yang membolehkan untuk memegang Al-Qur’an tanpa bersuci terlebih dahulu ketika dalam keadaan belajar dan mengajarkan-nya jika disana terjadi sebuah kesulitan untuk harus mengulangi wudhu tersebut.

Hukum memegang HP yang sedang membuka Aplikasi Al-Qur’an?

         Dewasa ini, Ulama kontemporer telah meneliti permasalahan ini yang terbagi menjadi dua pendapat ; Pendapat pertama mengatakan bahwa diperbolehkan bagi seorang yang berhadas baik kecil maupun besar memegang Handphone yang sedang membuka Aplikasi AL-Qur’an baik HP tersebut dalam keadaan aktif maupun tidak. Pendapat ini membedakan antara memegang Al-Qur’an dan HP yang ber-aplikasi Al-Qur’an, mereka menafsirkan memegang HP yang ber-aplikasi Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan memegang Al-Qur’an pada umumnya.
          Pendapat yang kedua tidak membedakan antara memegang Al-Qur’an dengan HP yang ber-aplikasi Al-Qur’an, artinya seorang muslim dilarang untuk memegang HP tersebut yang sedang membuka Aplikasi Al-Qur’an tanpa bersuci terlebih dahulu, kecuali bagi mereka yang sedang dalam kegiatan belajar-mengajar dan terjadi kesulitan ketika harus berwudhu ataupun mengulangi wudhu tersebut, begitu pun bagi perempuan yang sedang haid atau nifas. Berbeda yang sedang junub ketika dia bisa untuk melakukan mandi besar, maka untuk melakukan-nya dan dilarang untuk memegang HP yang sedang membuka Aplikasi Al-Qur’an tersebut.
Pendapat ini menqiyaskan (analogikan) dalam keadaan HP tersebut itu sama hal-nya dengan membuka Al-Qur’an pada umumnya, tidak ada perbedaan diantara kedua-nya. Karena tujuan nya adalah satu mengagungkan atau memuliakan kitab suci Al-Qur’an ketika dalam keadaan bersuci. Wallahu A'lam bishowab





[1] رواه النسائي 5250

[2] الفواكه الدواني علي رسالة ابن ابي زيد القيرواني
[3] ) yang pertama ketika tanam rambut tersebut dapat tumbuh seperti rambut asli pada umumnya, maka bersuci-nya orang tersebut dihukumi seperti orang lain pada umumnya. Yang kedua ketika tanam rambut tersebut tidak tumbuh, maka tidak sah wudhunya ketika rambut yang ditanam itu menutupi seluruh kepala. Jika apabila hanya sebagian kepala yang tertutupi oleh rambut tanam tersebut maka wudhu nya sah menurut ulama madzhab syafi’I, dan madzhab hanafi, berbeda dengan madzhab maliki dan hambali mereka mengatakan wudhu orang tersebut tidak sah. Karena wajib membuka dan membasuh seluruh bagian kepala-nya.

Ke Mesir, Apa yang kau cari?

Egypt dalam istilah bahasa inggris yang berartikan Negara mesir memiliki banyak julukan diantaranya adalah negeri kinanah, negeri pada nabi, negeri cleopatra dan masih banyak lagi. Bahkan nama mesir pun telah banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an diantaranya adalah sebagai berikut : 

وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى وَأَخِيهِ أَنْ تَبَوَّآ لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوتًا وَاجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قِبْلَةً وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَبَشِّرِ 
الْمُؤْمِنِينَ (87)

“ Dan Kami Wahyukan kepada Musa AS dan saudaranya : “ Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di mesir untuk tempat tinggal bagi kaum mu dan jadikanlah olehmu rumah –rumah mu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta gemberikanlah orang-orang yang beriman. “ ( Q. 10 : 87 )

وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ لِامْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (21)

“ Dan orang mesir yang membelinya berkata kepada isterinya : “ berikanlah kepada tempat ( dan layanan ) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pula kami memberikan kedudukan yang baik kepada yusuf di muka bumi ( Mesir ), dan agar kami ajarkan kepada tabir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui-nya. “

فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ (99)

“ Maka, tatkala mereka masuk ( bertemu ) yusuf , yusuf merangkul dua ibu bapanya dan dia berkata : “ Masuklah kamu ke negeri mesir, Insya allah dalam keadaan aman. “

وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلَا تُبْصِرُونَ (51)

“ Dan Fir’aun berseru kepada kaum nya ( seraya ) berkata : “ Wahai kaumku, bukankah kerajaan mesir ini kepunyaanku dan ( bukankah ) sungai-sungai mengalir dibawahku, maka apakah kamu tidak melihatnya ? ”
Ini semua adalah sebuah keistimewaan yang diberikan oleh Alllah SWT untuk Negari Para Nabi, Mesir.
Dari tema yang saya pilih, paling tidak ada tiga poin besar yang ingin penulis sampaikan kepada pembaca sekalian.

Poin Pertama adalah mengenai tentang Wajibul waqti. Sebuah identitas diri yang sekarang sedang kita jalani itu menjadi amat penting untuk kita pahami, ketahui dangan benar sesuai apa yang semestinya. wajibul waqti itu makna singkatnya adalah sesuatu yang menjadi kewajiban kita yang sedang kita jalani. Cara mengetahui yang menjadi wajibul waqti kita adalah dengan cara melihat status kita saat ini sebagai apa. misalnya saja ;
yang pertama Sebagai Hamba Allah, Sudahkah kita menunaikan kewajiban kita terhadap apa yang telah diperintahkan dan dilarang oleh tuhan yang telah menciptakan kita ? Renungkanlah !
yang kedua sebagai seorang Anak bagi kedua orang tua kita, Sudahkan kita sebagai anak telah membuat orang tua kita bahagia atas prestasi yang kita raih, sudahkan memenuhi hal-hal yang menjadi kewajiban kita terhadap kedua Orang tua kita ?  
yang ketiga sebagai seorang pelajar agama, lebih spesifik lagi seorang pelajar yang sedang menekuni ilmu dalam bidang hadits, Sudahkah kita menguasai istilah-istilah dalam ilmu hadits atau hal-hal yang berkaitan dengan ilmu hadits ? Sudahkan bisa dapat dikatakan bahwa kita telah sampai kepada tujuan utama seorang pelajar yang memperdalami ilmu hadits ?.
yang keempat sebagai seorang suami bagi istri (bagi yang sudah), sebagai seorang istri (bagi yang sudah), sudahkah kita menjalani apa saja yang menjadi keharusan kita terhadap suami atau istri kita. ditambah lagi sebagai ini, sebagai itu dan masih banyak lagi.
            Dari beberapa penggalan pertanyaan tersebut maka benar ungkapan mahsyur yang mengatakan “ Al-wajibatu aktsar minal awqat “ bahwa pada hakikatnya kewajiban kita itu lebih banyak dari waktu yang kita miliki. Setelah kita mengetahui, merenungi, serta memahami apa yang menjadi status kita saat ini. Lalu kemudian timbul pertanyaan, Apakah kita sudah menjalani yang menjadi kewajiban kita semua ? jika belum, maka, laksanakan apa yang menjadi kewajiban kita karena hidup akan terasa tenang, tidak merasa memliki hutang sekalipun kita di tuduh orang.

Poin kedua adalah berkaitan dengan pilihan kita, mengapa lebih memilih mesir untuk kita jadikan sebagai tempat menimba ilmu demi meraih apa yang kita inginkan. Sebagaimana yang disampaikan oleh banyak ulama, bahwa mesir adalah sebagai kiblat ilmu (pusat ilmu), segilintir manusia berbondong-bondong dari penjuru dunia meninggalkan negeri tercinta, berpisah jauh dari keluarga tersayang, tidak lain tujuan utama datang ke mesir diantaranya adalah berusaha untuk menjadi regenerasi ulama yang mampu membawa ummat islam kepada cahaya akhlak serta cahaya pendidikan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
 Kita sebagai seorang hamba hanya mampu berusaha dan terus berdo’a atas setiap usaha yang telah kita lakukan. Dan bahwasannya kita hidup merantau, hidup di negeri orang, meninggalkan kedua orang tua yang telah susah payah mengeluarkan setiap tenaga yang dimiliki semata-mata hanya untuk anak nya tercinta dan Ini semua dilakukan untuk kita sebagai seorang duta bangsa yang diberikan amanat besar untuk menyegarkan ummat dengan menghadirkan segala sesuatu yang diajarkan oleh Baginda Muhammad SAW. Maka, dengan point ini mengingatkan kembali bahwa pilihan kita, mesir sebagai tempat untuk menimba ilmu itu adalah suatu kesempatan yang sangat berharga bak mutiara yang terdapat dilautan, sulit ditemukan akan tetapi memiliki nilai yang mahal jika kita mampu menemukannya. Begitu pun mesir, khususnya Al Azhar yang terbentang luas lautan ilmu yang ia miliki, Azhar pun telah banyak mengajarkan kita bagaimana menjadi seorang ulama yang Rabbani, Wasathi yang memiliki akhlak mulia seperti yang dicontohkan oleh Nabi SAW di dalam setiap perkataan, perbuatan, ketetapan yang ia sampaikan.
            Ini semua adalah nilai positif yang kita miliki terhadap Al Azhar akan tetapi perjuangan sebagai seorang pelajar tidak pernah luntur sebelum kita taklukan Azhar dengan mengikuti serta memahami metode yang diajarkan oleh Al Azhar dengan benar dan sesuai apa yang di inginkan oleh Al Azhar.

Poin ketiga adalah pergi untuk kembali. Pada hakikatnya kepergian kita meninggalkan negeri tercinta adalah untuk kembali membangun peradaban bangsa, mengajarkan ummat tentang bagaimana cara untuk menemukan kebahagiaan dunia akhirat serta menebarkan kebaikan kepada setiap makhluk hidup. Berbagai macam upaya yang dilakukan oleh kita, tidak lain tujuan nya adalah untuk mengamalkan apa yang telah kita dapati di tanah rantau ini. Coba kita renungkan sejenak, Tanya kepada diri sendiri, ilmu apa saja yang telah kita ketahui ? apakah kita sudah siap diri kembali pulang untuk membangun peradaban bangsa ? berapa sanad yang telah kita miliki ? apakah kita sudah pantas menjadi panutan ummat ketika kita pulang nanti ? dan seterusnya.

            Dari beberapa pertanyaan yang telah disebutkan, setidaknya dapat mengingatkan kita kembali kepada tujuan awal, kenapa dan mengapa kita sekarang berada di negeri yang jauh dari hangatnya kasih sayang kedua orang tua. Ada sebuah ungkapan indah yang mengatakan bahwa “Tak kenal maka tak sayang.“ maka untuk menimbulkan rasa semangat kita dalam menimba ilmu di mesir, sudah seharusnya kita mengenal para masyaikh yang mengajarkan ilmu kepada kita dan juga mengenal lebih jauh metode yang diajarkan oleh Al Azhar kepada anak-anaknya  dan seterusnya. Agar itu semua tercipta rasa sayang terhadap sebuah ilmu, sebuah cahaya yang tak pernah pudar di makan oleh waktu dan tempat. Sehingga ketika kita mencintai ilmu maka, Allah akan memudahkan kita dalam menemukan mutiara yang sangat berharga tersebut di negeri para nabi ini. Wallahu a’lam

Islamic Ethics

Kata ‘Ethic’ dalam bahasa Inggris didefinisikan sebagai etika, akhlak, atau budi pekerti. Tidak sedikit kata bahasa Indonesia merupakan ...