Kata مقصد didefinisikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan niat atau
keingingan yang hendak dilakukan, baik direpresentasikan dengan lisan atau
perbuatan. Dalam Islam, menghadirkan niat dalam setiap perbuatan yang dilakukan
merupakan suatu perkara yang sangat bernilai. Dengan niat kita dapat
mendapatkan kebaikan padahal belum melakukannya, begitupun sebaliknya perkara
buruk belumlah tercatat jika hanya sekedar niat dalam hati
.
Lalu, kata شريعة diartikan menurut istilah agama adalah
kumpulan aturan-aturan yang Allah swt. tetapkan disampaikan kepada para utusan-Nya,
rasul-rasul-Nya. Dari sini, kata شريعة memiliki makna yang
sangat global, sebab dengan definisi ini tidak hanya ditujukkan untuk syariat
Islam, melainkan juga masuk di dalamnya syariat Yahudi, syariat Nasrani, ajaran
kitab Zabur, dsb. Kendati demikian, pada tulisan singkat ini akan membahas
perkara-perkara yang berkaitan dengan syariat Islam, aturan perintah dan
larangan yang disampaikan oleh Nabi saw. sementara menurut Imam Asy-Syatibi
dalam kitab Al-Muwafaqat mengatakan, “Bahwa sesungguhnya seluruh agama samawi
(Islam, Nasrani, Yahudi) sepakat tujuan kehadiran syariat merupakan atau upaya
untuk menjaga lima komponen penting bagi kehidupan, yakni agama, jiwa, nasl
(keturunan), harta dan akal”.
Dari sini
dapat kita simpulkan bahwa ‘Maqashid Asy-Syariah’ merupakan tujuan kehadiran
syariat di tengah umat Islam yang dengannya mereka mengetahui hakikat sebuah
perintah atau larangan, begitupun hikmah yang terkandung di dalamnya. Seperti
misalnya, ketika Allah memerintahkan hamba-Nya agar segera membayarkan zakat
dari sebagian harta untuk orang yang membutuhkan. Dalam konteks ini, dengan
jelas Allah menyebutkan tujuan dari perintah tersebut, yakni dengan
melakukanya, maka harta akan dapat disucikan dan jiwa serta hati kita diajarkan
agar selalu berbagi kepada orang yang berhak atas sebagian harta kita. karena
tidak ada yang menjamin harta yang kita peroleh kesemuanya terbebas dari suatu
perbuatan yang kotor, maka demikian dalam Islam kita dianjurkan agar
mengeluarkan zakat.
Maqashid
Asy-Syariah dibagi menjadi tiga pembagian, yaitu; Tujuan Umum, Tujuan Khusus,
Tujuan Parsial. Lima komponen yang harus dijaga eksistensinya merupakan bagian
dari tujuan yang bersifat umum, sebagaimana disebutkan di atas bahwa tidak
hanya Islam menjaga hal tersebut melainkan seluruh agama samawi menerapkan hal
yang sama.
Lalu, ketika
aturan-aturan yang bersifat khusus pada satu aspek tertentu, seperti aspek
muamalah (ekonomi), aspek keluarga (harta warisan) atau hukum kriminalitas.
Kesemuannya ada pada pembahasan tujuan yang sifatnya khusus. Sebab, ia akan
sangat berkaitan dengan bab-bab tertentu saja. Jika tujuan khusus membahas
perkara suatu bab besar yang terdapat berbagai permasalahan yang bersifat
kompleksitas, maka pada pembagian tujuan yang terakhir merupakan tujuan yang
bersifat parsial, hanya berkaitan dengan suatu permasalahan tertentu, seperti
halnya pada saat melakukan akad pernikahan secara mekanisme yang wajib
dilakukan bagi calon suami adalah memberikan mahar kepada calon istri. Lantas,
apa yang sesungguhnya tujuan dari hal tersebut? bisa kita katakan, itu
merupakan dari upaya agar dapat menciptakan rumah tangga yang tentram, damai,
mawaddah dan penuh kasih sayang. Di samping itu bahwa pemberian mahar merupkan
sebuah kewajiban yang diperintahkan agama.
Sebuah
keharusan seorang ulama mengetahui ‘maqashid syariah’ karenanya ia diibaratkan
ruhnya amal perbuatan. Artinya, tanpa mengetahui maqashid maka ia berfikih
tanpa ruh. Sebagaimana disampaikan Imam Asy-Syatibi. Sudah maklum, dalam
memahami teks syariat membutuhkan dua hal, pertama harus memiliki kompetensi
yang baik terhadap literatur ilmu bahasa Arab, seperti nahwu, sharf, balaghah,
dsb. Dan kedua, harus memahami tujuan kehadiran syariat ini. Ditambah dengan
perkataan Imam Ibn Asyur, “sesungguhnya yang menanggalkan pemahaman maqashid
ini akan membuat fikih menjadi kaku, dan sering kali menyimpang dengan tujuan
sebenarnya.”
Sebenarnya
umat Islam tidak hanya diwajibkan mengetahui hakikat tujuan hadirnya agama yang
sempurna ini. Akan tetapi, kita juga diharuskan untuk mengetahui pengetahuan
dasar terkait bukti keimanan kita kepada Allah swt. meskipun yang dituntut
tidak sampai mendatangkan dalil-dalil yang rinci, melainkan hanya sekedar dalil
yang bersifat global.
Prakteknya,
beberapa kasus kejadian pada saat Nabi saw. memerintahkan umatnya untuk
melakukan suatu hal, lalu ia menyertakan apa tujuan perintah tersebut. seperti;
1.
Saat Rasulullah
memerintahkan jika diantara kalian terbagun dari tidurnya hendaknya mencuci
tangannya terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam bejana air. Kenapa
demikian? Lalu Rasulullah meneruskan karena kita tidak tahu di saat tidur
tangan kita berada dimana saja. Khawatir tangan kita sempat bertempat yang
kotor, sehingga saat dicelupkan tangan kita di bejana air tersebut akan
membuatkan kotor atau barangkali menjadi najis.
2.
Ketika Rasulullah menyuruh
umatnya agar tidak memanjangkan bacaan shalat tatkala sedang mengimami jamaah.
Karena ia tahu, bahwa pada saat dilakukan shalat jamaah yang hadir tidak hanya
para sahabat yang kuat jasmaninya, sehat rohaninya, akan tetapi hadir juga
bersama mereka orang sakit, orang yang tua renta, orang yang sedang memilik
hajat, dsb. Maka, sungguh amat luar biasa Nabi saw. mengetahui keadaan para
sahabtnya dan sangat memerhatikan kondisi sekitarnya, maka ia memerintahkan hal
tersebut agar tidak memberatkan kepada mereka yang dalam keadaan lemah. Berbeda
halnya kalau shalat sendirian bahkan beliau mengatakan dengan tegas jika shalat
sendirian maka panjangkanlah bacaan shalat sesuka hatimu.
3.
Di beberapa waktu, tatkala
Rasulullah mengatakan bahwa ketika ada dua muslim dalam berusaha untuk
membunuhnya satu sama lain dengan ditangannya terdapat pedang, dengan tegas ia
mengatakan si pembunuh dan yang terbunuh mereka berada di api neraka. Kaget
sahabat mendengar kabar demikian dan bertanya-tanya, kok bisa yaa rasulullah?
Ia benar akan kabar tersebut dan beliau menjawabnya karena yang terbunuh
memiliki niat yang sama, yaitu berupaya untuk membunuh lawannya tersebut.
dengan upaya niat tersebut ia dimasukkan ke api neraka.
Perkara wajib
yang dilakukan oleh seorang mukmin juga banyak mengandung tujuannya akan tercapai
keinginan yang diinginkan oleh syariat. Sebutlah, shalat lima waktu merupakan
rutinitas yang sering kita lakukan setiap harinya. Mungkin sering kita
bertanya-tanya apa sesungguhnya yang diinginkan dari amalan tersebut? ternyata
Al-Qur’an telah menjawab dengan rinci bahwa dengan amalan tersebut kita
terhindar dari perbuatan-perbuatan yang keji dan juga dengan menghayati hakikat
shalat kita dengan tenang dapat berdzikir (mengingat) sang maha pencipta dengan
segala kerendahan kita sebagai makhluk-Nya. Demikian Al-Qur’an menyebutkan
hikmah atas perintah tersebut.
Dan masih
banyak keragaman yang Allah selipkan hikmah atas setiap perintahnya dan
larangnya. Cukup sekian. Wallahu A’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar