Nabi Muhammad saw. diutus sesungguhnya adalah untuk menyempurnakan akhlak seluruh umat manusia. Iya, seluruhnya. Karena beliau diutus untuk seluruh alam, tidak hanya kepada umat tertentu saja. Bulan ramadhan merupakan momentum, kesempatan, waktu meditasi untuk meningkatkan kualitas akhlak kita. tentu yang dimaksud akhlak di sini adalah akhlak terpuji. Di antaranya adalah kesabaran. Jauh sekitar 14 abad lalu, Nabi telah mengibaratkan bulan ramadhan adalah bulan kesabaran. Bayangkan! suatu pekerjaan, perbuatan yang biasanya sering kita lakukakan dan hukum agamanya adalah boleh, akan tetapi tatkala di bulan ramadhan hal tersebut tidak diperkenankan untuk dilakukan. Bukankah, pekerjaan makan-minum, berhubungan badan antar suami-istri merupakan sesuatu yang diperbolehkan? Berbeda hukumnya jika dilakukan di bulan ini ketika waktu berpuasa -terbit fajar hingga terbenam matahari- akan mendapatkan hukuman kafarat, baik pilihannya membebaskan budak, puasa dua bulan berturut-turut atau memberikan makan fakir miskin.
Dalam konteks ini ‘menahan’ tidak hanya dimaknai sekedar tidak minum, tidak makan saja melainkan lebih dari itu. Menahan juga bisa diartikan sebagai menahan diri untuk tidak membicarakan perkara buruk orang lain, menahan diri untuk tidak marah, menahan diri untuk bersabar, menahan diri untuk tidak hasad atau dengki kepada orang lain, menahan diri dari kecerobohan, menahan diri untuk berlaku zalim, yang intinya adalah merubah diri untuk tidak melakukan kebiasaan buruk hingga terbentuk menjadi perangai yang baik sebagaimana tujuan rasulullah saw. diutus di muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak umatnya. Ditambah lagi, jika semuanya dilakukan akan mendapatkan ganjaran pahala yang bernilai besar yakni diampuni dosanya baik yang dulu hingga masa datang, tapi dengan catatan melakukan perintah puasa ini dengan keimanan, keikhlasan, kemantapan hati, kesadaran diri akan perbuatan buruk yang telah ia lakukan. Insya allah, dengan izin-Nya semua kesalahan, kekhilafan yang pernah dilakukannya akan diampuni, bahkan diganti dengan kebaikan.
Bukankah di zaman Rasullah pernah ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw. tentang apakah dengan mencukupkan melakukan ibadah yang wajib, menunaikan rukun Islam -termasuk ibadah saum- ini sudah dijamin masuk ke surga-Nya?! Dijawab oleh Nabi saw. “Na’am” atau “Iya, ia akan masuk ke surga-Nya.” Cukuplah dengan hadis ini menjadi bukti besarnya kasih sayang Nabi saw kepada umatnya sampai di akhir hayatnya beliau menahan perihnya saat menghadapi sakaratul maut dengan tujuan agar bisa digantikan dengan memberikan syafaat (pertolongan) untuk umatnya di hari akhirat nanti. Sesungguhnya dibalik perintah agama tersebut mengandung berbagi hikmah yang kita akan ketahui jika menyadarinya, meresapinya dalam hati dan fikiran kita. termasuk dari ibadah saum ini adalah untuk membentuk sifat terpuji agar tertanam dalam hati sanubari seorang muslim hingga digolongkan oleh Allah swt. menjadi hamba-hamba yang bertakwa.
-semoga kita bisa menjadi golongan mereka-. Aamiin yaa rabbal a’lamin. Wassalam.
Kairo, 24 April 2020
Kairo, 24 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar