Kamis, 14 Mei 2020

Islamic Ethics


Kata ‘Ethic’ dalam bahasa Inggris didefinisikan sebagai etika, akhlak, atau budi pekerti. Tidak sedikit kata bahasa Indonesia merupakan hasil terjemahan dari kata-kata berbahasa Inggris. Seperti halnya yang satu ini, sering kali kita menggunakan istilah ‘etika’ ketika sedang menggambarkan moral seseorang. Prakteknya istilah Etika atau Akhlak merupakan dua kata yang mengandung kepada perkara yang baik atau tidak baik. Etika bisa dipadankan dengan etika terpuji atau etika yang buruk. Sementara dalam pembahasan ini, ‘Islamic’ dinisbahkan pada ‘Ethics’ mempunyai arti sangat luas. Cakupannya bisa berupa sejarah Islam, perkembangan penyebarannya di seantero dunia hingga konteks muslim kontemporer yang hidup di zaman globalisasi seperti saat ini.

Islam merupakan agama terakhir yang hidup bersampingan dengan agama Yahudi dan Nasrani. Islam dimulai penyeberannya di bangsa Arab. masyarakat Arab kala itu merupakan masyarakat yang tidak bisa membaca dan menulis. Bangsa Arab bukanlah seperti Bangsa Yunani yang diberikan keistimewaan sebagai pusat ilmu filsafat, bangsa Arab bukanlah bukanlah bagaikan bangsa China yang banyak memproduksi berbagai macam komoditas, bangsa Arab bukanlah seperti bangsa Romawi yang sejak dahulu dikenal dengan bangsa yang kaya akan perundang-undangan. bangsa Arab dikenal oleh halayak umum dengan bangsa yang memiliki keberagaman kabilah. Kabilah yang terpecah-pecah bahkan sering kali terjadi konflik besar disebabkan dengan perkara sepele. Akan tetapi keadaan ini berubah tatkala Nabi Muhammad saw., diutus untuk membereskan akhlak umatnya yang tidak hanya dibatasi atas umat Islam saja melainkan bagi seluruh alam sekalian.

Sejak 1400 tahun silam, Islam dimulai menyebarkan ajarannya. Dahulu hanya berpusat di negara Arab saja, akan tetapi sekarang telah tersebar di berbagai penjuru dunia. penganut Islam mendominasi di negara-negara bagian Asia, Afrika (bagian China barat dan utara). Sementara di bagian Negara Amerika, Eropa mulai mengenal Islam dan orang-orang berbondong memeluk Islam sekitar tahun akhir abad ke-16 M. Islam adalah termasuk agama yang panganutnya mendominasi keberadaannya sekitar 1,6 milliar pengikut di dunia.

“Foundational Sources of Islamic Belief”. Prinsip beragama ialah mempunyai buku pedoman agar hidup penuh makna dan berarti bagi yang lain. kitab tersebut direpresentasikan sebagai buku perundang-undangan yakni berupa aturan-aturan ilahi yang mencakup perintah dan larangan. Kitab Al-Qur’an lah yang dijadikan pedoman hidup bagi umat Islam. jika dikatakan kitab Injil merupakan kitab pedoman bagi masyarakat nasrani, tapi sayangnya sejarah mencatat banyak sekali kata-kata di kitab suci tersebut disalahtafsirkan bahkan dihapus oleh para pemukanya. Beda halnya dengan Al-Qur’an yang telah dinyatakan teks agama yang autentik keberadaannya setelah melewati fase pembuktian otentitas periwayatannya ketika pasca perang dunia kedua dan lebih kerennya proses pembuktian tersebut dilakukan di kota Berlin, jerman., yang mayoritas tidak beragama Islam. dan kitab pedoman kedua dalam Islam adalah hadits Nabi saw. karena kedudukan hadits Nabi ini sering kali dijadikan sebagai penerjemah atau penafsiran dari Al-Qur’an. Dan keduanya merupakan kitab pedoman hidup bagi umat muslim.

“Islam as a way of life”. Islam agama sempurna yang dijadikan sebagai jalan kehidupan untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam mengajarkan kasih sayang antar sesama dan sekemanusiaan, -tidak ujug-ujug ketika beda agama beda pula dalam bersikap-. Bahkan ketika Rasulullah melihat ada jenazah yang sedang dibawa dengan sikap hormatnya beliau berdiri memberi penghormatan kepadanya, lantas para sahabat protes, “ Wahai Rasulullah, jenazah tersebut adalah berasal dari golongan Yahudi.” Dijawab oleh Nabi, “bukankah dia juga manusia sama seperti manusia lainnya?”. Begitu indahnya akhlak Nabi saw. yang mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa bersikap baik kepada siapapun sekalipun berbeda agama dengan kita.

Islam mengajarkan rasa solidaritas terhadap sesama. Bukankah dalam Islam kita diwajibkan untuk membayar zakat dimana sesungguhnya di sebagian harta kita terdapat  hak orang lain. tapi sayangnya, masyarakat Indonesia kehilangan kesadaran akan pentingnya membayar zakat dan kewajiban baginya. Bahkan menurut Badan Zakat Nasional (BAZNAS) dalam penelitiannya mengatakan jika seandainya masyarakat muslim mambayar kewajiban tersebut, maka akan terkumpul uang sebesar ratusan triliunan, yang itu dengan optimisnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Yang jelas prinsipnya Islam merupakan agama yang sangat memerhatikan solidaritas terhadap sesama, meskipun realitanya masih terdapat kekurangan sana-sini disebabkan bukan karena agamanya melainkan pengikutnya.

Sejak 14 abad silam, Rasullah telah menyampaikan prinsip-prinsip dalam beragama, baik itu yang berkaitan dengan ubudiyyah (penghambaan) atau muamalah (interaksi) terhadap sesama. Tata cara dalam beribadah diajarkan, mulai dari adab dalam bersuci, tata cara masuk ke kamar mandi hingga bersujud kepada-Nya. Tapi tidak hanya itu, Nabi saw. pun mengajarkan kepada kita bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mulai dari cara berdagang, jual-beli, sewa menyewa, pegadaian dan seterusnya dan itu semuanya telah tuntas disampaikan oleh Nabi saw. dan ulama yang dilabeli sebagai pewaris para nabi melanjutkan penyebarannya bahkan sampai mengembangkan prinsip-prinsip tersebut di berbagai lini kehidupan. Seperti halnya, pengembangan prinsip dalam sektor Ekonomi, setelah dinyatakan terbukti sistem kapitalis yang jadikan sistem ekonomi dunia ini saat ini tidak berhasil menjawab tantangan perekonomian, maka datang ekonomi Islam yang berbasis sistem ketuhanan untuk menjawab tantangan global saat ini. Dan telah terbukti banyak menghasilkan perubahan dalam mekanisme perekonomian dunia, bahkan sistem ekonomi Islam (Syariah) dijadikan bidang studi di belahan Negara eropa yang notabene beragama non-Islam.

Yang jelas, Islam dikatakan sebagai rahmat bagi semuanya, ini benar adanya. Tinggal kita sebagai Agent of change (pemain) harus mengetahui ajaran-ajaran Islam secara komprehensif, lalu menyebarkannya dengan cara yang makruf  dan berlaku objektif dalam menilai apapun. Salam damai buat kita semuanya. Sekian, Wallahu a’lam.

Kairo, 14 Mei 2020 / 21 Ramadhan 1441 AH


Rabu, 13 Mei 2020

Maqashid Asy-Syariah

Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk melakukan suatu perkara ibadah? Apa hikmah dibalik perintah tersebut? lalu, Apa tujuan yang sesungguhnya atas perintah atau larangan yang ditujukan kepada hamba-Nya? Ini semua akan dijawab pada pembahasan ‘Maqashid Asy-Syariah’ atau tujuan kehadiran syariat di pentas bumi ini.

Kata مقصد didefinisikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan niat atau keingingan yang hendak dilakukan, baik direpresentasikan dengan lisan atau perbuatan. Dalam Islam, menghadirkan niat dalam setiap perbuatan yang dilakukan merupakan suatu perkara yang sangat bernilai. Dengan niat kita dapat mendapatkan kebaikan padahal belum melakukannya, begitupun sebaliknya perkara buruk belumlah tercatat jika hanya sekedar niat dalam hati
.
Lalu, kata شريعة diartikan menurut istilah agama adalah kumpulan aturan-aturan yang Allah swt. tetapkan disampaikan kepada para utusan-Nya, rasul-rasul-Nya. Dari sini, kata شريعة memiliki makna yang sangat global, sebab dengan definisi ini tidak hanya ditujukkan untuk syariat Islam, melainkan juga masuk di dalamnya syariat Yahudi, syariat Nasrani, ajaran kitab Zabur, dsb. Kendati demikian, pada tulisan singkat ini akan membahas perkara-perkara yang berkaitan dengan syariat Islam, aturan perintah dan larangan yang disampaikan oleh Nabi saw. sementara menurut Imam Asy-Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqat mengatakan, “Bahwa sesungguhnya seluruh agama samawi (Islam, Nasrani, Yahudi) sepakat tujuan kehadiran syariat merupakan atau upaya untuk menjaga lima komponen penting bagi kehidupan, yakni agama, jiwa, nasl (keturunan), harta dan akal”.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa ‘Maqashid Asy-Syariah’ merupakan tujuan kehadiran syariat di tengah umat Islam yang dengannya mereka mengetahui hakikat sebuah perintah atau larangan, begitupun hikmah yang terkandung di dalamnya. Seperti misalnya, ketika Allah memerintahkan hamba-Nya agar segera membayarkan zakat dari sebagian harta untuk orang yang membutuhkan. Dalam konteks ini, dengan jelas Allah menyebutkan tujuan dari perintah tersebut, yakni dengan melakukanya, maka harta akan dapat disucikan dan jiwa serta hati kita diajarkan agar selalu berbagi kepada orang yang berhak atas sebagian harta kita. karena tidak ada yang menjamin harta yang kita peroleh kesemuanya terbebas dari suatu perbuatan yang kotor, maka demikian dalam Islam kita dianjurkan agar mengeluarkan zakat.

Maqashid Asy-Syariah dibagi menjadi tiga pembagian, yaitu; Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Tujuan Parsial. Lima komponen yang harus dijaga eksistensinya merupakan bagian dari tujuan yang bersifat umum, sebagaimana disebutkan di atas bahwa tidak hanya Islam menjaga hal tersebut melainkan seluruh agama samawi menerapkan hal yang sama.

Lalu, ketika aturan-aturan yang bersifat khusus pada satu aspek tertentu, seperti aspek muamalah (ekonomi), aspek keluarga (harta warisan) atau hukum kriminalitas. Kesemuannya ada pada pembahasan tujuan yang sifatnya khusus. Sebab, ia akan sangat berkaitan dengan bab-bab tertentu saja. Jika tujuan khusus membahas perkara suatu bab besar yang terdapat berbagai permasalahan yang bersifat kompleksitas, maka pada pembagian tujuan yang terakhir merupakan tujuan yang bersifat parsial, hanya berkaitan dengan suatu permasalahan tertentu, seperti halnya pada saat melakukan akad pernikahan secara mekanisme yang wajib dilakukan bagi calon suami adalah memberikan mahar kepada calon istri. Lantas, apa yang sesungguhnya tujuan dari hal tersebut? bisa kita katakan, itu merupakan dari upaya agar dapat menciptakan rumah tangga yang tentram, damai, mawaddah dan penuh kasih sayang. Di samping itu bahwa pemberian mahar merupkan sebuah kewajiban yang diperintahkan agama.

Sebuah keharusan seorang ulama mengetahui ‘maqashid syariah’ karenanya ia diibaratkan ruhnya amal perbuatan. Artinya, tanpa mengetahui maqashid maka ia berfikih tanpa ruh. Sebagaimana disampaikan Imam Asy-Syatibi. Sudah maklum, dalam memahami teks syariat membutuhkan dua hal, pertama harus memiliki kompetensi yang baik terhadap literatur ilmu bahasa Arab, seperti nahwu, sharf, balaghah, dsb. Dan kedua, harus memahami tujuan kehadiran syariat ini. Ditambah dengan perkataan Imam Ibn Asyur, “sesungguhnya yang menanggalkan pemahaman maqashid ini akan membuat fikih menjadi kaku, dan sering kali menyimpang dengan tujuan sebenarnya.”

Sebenarnya umat Islam tidak hanya diwajibkan mengetahui hakikat tujuan hadirnya agama yang sempurna ini. Akan tetapi, kita juga diharuskan untuk mengetahui pengetahuan dasar terkait bukti keimanan kita kepada Allah swt. meskipun yang dituntut tidak sampai mendatangkan dalil-dalil yang rinci, melainkan hanya sekedar dalil yang bersifat global.

Prakteknya, beberapa kasus kejadian pada saat Nabi saw. memerintahkan umatnya untuk melakukan suatu hal, lalu ia menyertakan apa tujuan perintah tersebut. seperti;

1.       Saat Rasulullah memerintahkan jika diantara kalian terbagun dari tidurnya hendaknya mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam bejana air. Kenapa demikian? Lalu Rasulullah meneruskan karena kita tidak tahu di saat tidur tangan kita berada dimana saja. Khawatir tangan kita sempat bertempat yang kotor, sehingga saat dicelupkan tangan kita di bejana air tersebut akan membuatkan kotor atau barangkali menjadi najis.

2.       Ketika Rasulullah menyuruh umatnya agar tidak memanjangkan bacaan shalat tatkala sedang mengimami jamaah. Karena ia tahu, bahwa pada saat dilakukan shalat jamaah yang hadir tidak hanya para sahabat yang kuat jasmaninya, sehat rohaninya, akan tetapi hadir juga bersama mereka orang sakit, orang yang tua renta, orang yang sedang memilik hajat, dsb. Maka, sungguh amat luar biasa Nabi saw. mengetahui keadaan para sahabtnya dan sangat memerhatikan kondisi sekitarnya, maka ia memerintahkan hal tersebut agar tidak memberatkan kepada mereka yang dalam keadaan lemah. Berbeda halnya kalau shalat sendirian bahkan beliau mengatakan dengan tegas jika shalat sendirian maka panjangkanlah bacaan shalat sesuka hatimu.

3.       Di beberapa waktu, tatkala Rasulullah mengatakan bahwa ketika ada dua muslim dalam berusaha untuk membunuhnya satu sama lain dengan ditangannya terdapat pedang, dengan tegas ia mengatakan si pembunuh dan yang terbunuh mereka berada di api neraka. Kaget sahabat mendengar kabar demikian dan bertanya-tanya, kok bisa yaa rasulullah? Ia benar akan kabar tersebut dan beliau menjawabnya karena yang terbunuh memiliki niat yang sama, yaitu berupaya untuk membunuh lawannya tersebut. dengan upaya niat tersebut ia dimasukkan ke api neraka.

Perkara wajib yang dilakukan oleh seorang mukmin juga banyak mengandung tujuannya akan tercapai keinginan yang diinginkan oleh syariat. Sebutlah, shalat lima waktu merupakan rutinitas yang sering kita lakukan setiap harinya. Mungkin sering kita bertanya-tanya apa sesungguhnya yang diinginkan dari amalan tersebut? ternyata Al-Qur’an telah menjawab dengan rinci bahwa dengan amalan tersebut kita terhindar dari perbuatan-perbuatan yang keji dan juga dengan menghayati hakikat shalat kita dengan tenang dapat berdzikir (mengingat) sang maha pencipta dengan segala kerendahan kita sebagai makhluk-Nya. Demikian Al-Qur’an menyebutkan hikmah atas perintah tersebut.
Dan masih banyak keragaman yang Allah selipkan hikmah atas setiap perintahnya dan larangnya. Cukup sekian. Wallahu A’lam..     

Islamic Ethics

Kata ‘Ethic’ dalam bahasa Inggris didefinisikan sebagai etika, akhlak, atau budi pekerti. Tidak sedikit kata bahasa Indonesia merupakan ...