وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيفَةً" "
Artinya : “dan (ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada
para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”
Lalu, kemudian para malaikat Allah menanyakan ketentuan
tersebut dengan mengatakan “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak
dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?.” Lalu, Allah berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa
yang tidak kamu (malaikat) ketahui.”
Dari percakapan tersebut antara makhluk dengan sang khalik,
bukan berarti para malaikat tidak puas sehingga menentang dengan ketentuan
Allah tersebut, melainkan para malaikat menanyakan hal tersebut ingin
mengetahui hikmah yang terdapat dari sisi penciptaan manusia yang dijadikan sebagai
khalifah di bumi. Begitupun karena sebab Allah SWT mensifati para malaikat-Nya
Makhluk yang terbebas dari dosa dan juga mereka tidak menanyakan sesuatu kepada-Nya
kecuali Allah SWT telah menizinkan nya.
Dari perkataan Allah yang disebutkan “Sungguh, Aku
mengetahui apa yang tidak kamu (malaikat) ketahui.” Sebagaian mufassir
mengartikan bahwa Allah akan menciptakan di dunia para Rasul Allah dan Nabi-Nya
sebagai pembawa risalah untuk kemaslahatan umat manusia, yang mana hal ini
tidak diketahui oleh para malaikat. (disebutkan dalam kitab Tafsir ibn Katsir(.
Layaknya seorang pemimpin yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalah sebuah kabar gembira dari Allah SWT
bagi orang-orang yang taat pada-Nya akan mendapatkan pahala yang berlimpah dan
mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Nabi Muhammad SAW sebagai suri
tauladan bagi umat Islam khususnya, tidak ada yang lebih mulia dan pantas yang
dijadikan panutan dalam segala hal apapun kecuai beliau, Rasul SAW. tapi dengan
demikan, Rasulullah diutus oleh Allah tidak hanya untuk Islam saja, melaikan
seluruh umat manusia, berbeda dengan Rasul Allah yang lain, mereka diutus hanya
diperuntukkan bagi umat nya saja. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat
Al-Anbiya ayat 107 ;
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ" "
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad)
melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam.”
Dari perkataan “seluruh alam” memberikan kesan bahwa
Allah mengutus Nabi Muhammad tidak hanya sebatas umat Islam saja, tapi untuk
seluruh umat manusia.
Di antara sebab Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di
dunia adalah untuk menyampaikan sebuah risalah disampaikan oleh para Rasul-Nya
yang mengandung di dalamnya kemaslahatan manusia pada umumnya, yang kemudian hal ini yang
membedakan antara syariat Allah dengan qanun (aturan) manusia, yang mana ia
hanya bersifat khusus untuk menjaga kestabilan dinamika sosial yang akan
terjadi jika qanun-qanun tersebut dilakukan dan dampak negatif jika tidak
dilakukan.
Waktu perjalanan para nabi dan rasul Allah dalam
menyampaikan risalah tersebut kepada umat nya tidaklah panjang, memiliki
jenjang waktu tertentu dan setiap Rasul berbeda-beda, seperti contoh Nabi
Muhammad SAW mempunyai jenjang waktu sebanyak 23 tahun, lalu kemudian dilanjutkan
oleh para sahabatnya dan para ulama setelahnya, yang mana mereka diberi julukan
sebagai pewaris para nabi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ;
"وإنَّ العلماءَ ورثةُ
الأنبياءِ، وإنَّ الأنبياءَ، لم يُوَرِّثوا دينارًا، ولا درهمًا، إنما وَرّثوا
العلمَ، فمن أخذه أخذ بحظٍّ وافر"
Artinya : “Ulama adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham (kekayaan), sebaliknya mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya (ilmu) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (riwayat Abu Dawud)
Cukuplah hadits ini
menjadi dalil bahwa para ulama memiliki nilai yang tinggi, bahkan dijadikan
sebagai pewaris nabi yang melanjutkan estafet pembawa risalah tersebut. Dan
juga kemuliaan terhadap sebuah ilmu, yang mana ia seorang akan menjadi amat
mulia sebab karena ia telah memilkinya. Begitupun yang akan membedakan tempat
kedudukan di akhirat antara orang yang berilmu dengan orang awam.
Makna arti ‘ulama’
berbeda dengan seorang ‘da’i’, seorang ulama adalah orang yang ahli atau pakar
dalam bidang tertentu. misalnya, Imam Syafi’i adalah seorang ulama pakar di
bidang Ushul fikih dan fikih, kemudian Imam Bukhari adalah seorang ulama pakar
dalam bidang Hadits, dan lain sebagainya. Imam Syafi’i tidak dikatakan seorang
ulama pada bidang teknologi, misalnya.
Nah, begitupun
dalam hal ini, ‘ulama’ di sini diartikan secara istilah adalah mereka yang ahli
dalam bidang agama, bukan yang lain. berbeda dengan kata ‘da’i’ yang diartikan
sebagai seseorang yang mengajak kepada suatu hal tertentu, dan tidak harus
pakar di dalam bidang tersebut. Mungkin, bisa dirangkas dengan ibarah ‘Setiap
ulama adalah da’i dan tidak semua da’i adalah ulama’.
Lalu, kemudian
dalam mewujudkan hikmah Allah yang tersirat di dalam Al-Qur’an sebaiknya
seseorang harus mengetahui posisi nya berada dimana, ulama? da’i? atau orang
awam?. Sehingga ia bisa menjadi seorang khalifah yang hidup bermasyarat sesuai
dengan tuntunan ajaran Islam, dan tidak menjadi bagian dari orang-orang yang
merusak dan menumpahkan darah di muka bumi, sebagaimana yang dikatakan oleh
para malaikat. Wallahu A’lam