Sabtu, 26 Januari 2019

Khalifah di bumi

Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Makna khalifah yang diartikan dalam bahasa Arab sebagai pemimpin. Disebutkan di dalam Al Qur’an Surat Al-Baqarah, Ayat 30 yang berbunyi ;

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً""

Artinya : “dan (ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”

Lalu, kemudian para malaikat Allah menanyakan ketentuan tersebut dengan mengatakan “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?.” Lalu, Allah berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu (malaikat) ketahui.”

Dari percakapan tersebut antara makhluk dengan sang khalik, bukan berarti para malaikat tidak puas sehingga menentang dengan ketentuan Allah tersebut, melainkan para malaikat menanyakan hal tersebut ingin mengetahui hikmah yang terdapat dari sisi penciptaan manusia yang dijadikan sebagai khalifah di bumi. Begitupun karena sebab Allah SWT mensifati para malaikat-Nya Makhluk yang terbebas dari dosa dan juga mereka tidak menanyakan sesuatu kepada-Nya kecuali Allah SWT telah menizinkan nya.

Dari perkataan Allah yang disebutkan “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu (malaikat) ketahui.” Sebagaian mufassir mengartikan bahwa Allah akan menciptakan di dunia para Rasul Allah dan Nabi-Nya sebagai pembawa risalah untuk kemaslahatan umat manusia, yang mana hal ini tidak diketahui oleh para malaikat. (disebutkan dalam kitab Tafsir ibn Katsir(.

Layaknya seorang pemimpin yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalah sebuah kabar gembira dari Allah SWT bagi orang-orang yang taat pada-Nya akan mendapatkan pahala yang berlimpah dan mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umat Islam khususnya, tidak ada yang lebih mulia dan pantas yang dijadikan panutan dalam segala hal apapun kecuai beliau, Rasul SAW. tapi dengan demikan, Rasulullah diutus oleh Allah tidak hanya untuk Islam saja, melaikan seluruh umat manusia, berbeda dengan Rasul Allah yang lain, mereka diutus hanya diperuntukkan bagi umat nya saja. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Al-Anbiya ayat 107 ;

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ""

Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam.”

Dari perkataan “seluruh alam” memberikan kesan bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad tidak hanya sebatas umat Islam saja, tapi untuk seluruh umat manusia.

Di antara sebab Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di dunia adalah untuk menyampaikan sebuah risalah disampaikan oleh para Rasul-Nya yang mengandung di dalamnya kemaslahatan manusia pada umumnya, yang kemudian hal ini yang membedakan antara syariat Allah dengan qanun (aturan) manusia, yang mana ia hanya bersifat khusus untuk menjaga kestabilan dinamika sosial yang akan terjadi jika qanun-qanun tersebut dilakukan dan dampak negatif jika tidak dilakukan.

Waktu perjalanan para nabi dan rasul Allah dalam menyampaikan risalah tersebut kepada umat nya tidaklah panjang, memiliki jenjang waktu tertentu dan setiap Rasul berbeda-beda, seperti contoh Nabi Muhammad SAW mempunyai jenjang waktu sebanyak 23 tahun, lalu kemudian dilanjutkan oleh para sahabatnya dan para ulama setelahnya, yang mana mereka diberi julukan sebagai pewaris para nabi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ;

"وإنَّ العلماءَ ورثةُ الأنبياءِ، وإنَّ الأنبياءَ، لم يُوَرِّثوا دينارًا، ولا درهمًا، إنما وَرّثوا العلمَ، فمن أخذه أخذ بحظٍّ وافر"

Artinya : “Ulama adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham (kekayaan), sebaliknya mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya (ilmu) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (riwayat Abu Dawud)

Cukuplah hadits ini menjadi dalil bahwa para ulama memiliki nilai yang tinggi, bahkan dijadikan sebagai pewaris nabi yang melanjutkan estafet pembawa risalah tersebut. Dan juga kemuliaan terhadap sebuah ilmu, yang mana ia seorang akan menjadi amat mulia sebab karena ia telah memilkinya. Begitupun yang akan membedakan tempat kedudukan di akhirat antara orang yang berilmu dengan orang awam.

Makna arti ‘ulama’ berbeda dengan seorang ‘da’i’, seorang ulama adalah orang yang ahli atau pakar dalam bidang tertentu. misalnya, Imam Syafi’i adalah seorang ulama pakar di bidang Ushul fikih dan fikih, kemudian Imam Bukhari adalah seorang ulama pakar dalam bidang Hadits, dan lain sebagainya. Imam Syafi’i tidak dikatakan seorang ulama pada bidang teknologi, misalnya.

Nah, begitupun dalam hal ini, ‘ulama’ di sini diartikan secara istilah adalah mereka yang ahli dalam bidang agama, bukan yang lain. berbeda dengan kata ‘da’i’ yang diartikan sebagai seseorang yang mengajak kepada suatu hal tertentu, dan tidak harus pakar di dalam bidang tersebut. Mungkin, bisa dirangkas dengan ibarah ‘Setiap ulama adalah da’i dan tidak semua da’i adalah ulama’.

Lalu, kemudian dalam mewujudkan hikmah Allah yang tersirat di dalam Al-Qur’an sebaiknya seseorang harus mengetahui posisi nya berada dimana, ulama? da’i? atau orang awam?. Sehingga ia bisa menjadi seorang khalifah yang hidup bermasyarat sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, dan tidak menjadi bagian dari orang-orang yang merusak dan menumpahkan darah di muka bumi, sebagaimana yang dikatakan oleh para malaikat. Wallahu A’lam


Rabu, 23 Januari 2019

Urgensitas Pengorbanan dalam Islam


Pengorbanan diartikan secara bahasa adalah sebuah proses seseorang mengabdikan diri kepada sesuatu. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menegakkan perkara baik dan meninggalkan sesuatu yang buruk. Di antara perkara-perkara baik itu adalah memberikan pengorbanan kepada orang lain untuk sesuatu yang baik dan benar menurut Islam.
sebagaimana firman Allah SWT :

(وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى) (المائدة: 2)

Artinya : “Tolong-menolonglah kalian dalam mengerjakan kebaikan dan ketakwaan.“

Berangkat dari Ayat tersebut, umat Islam diperintahkan untuk senantiasa menegakkan sikap gotong-royong di dalam setiap perkara yang baik serta kepada sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sebuah pengorbanan tidak diartikan sebagai sesuatu hanya berupa materiil saja, melainkan dimaknai sebagai sesuatu yang sangat luar biasa dan mencakup di dalamnya berupa materiil, moril, hal-hal bersifat dedikatif bahkan berkorban untuk orang lain meskipun hatinya merasa tersakiti. Seorang muslim sejati mengartikan bahwa sikap berkorban untuk orang lain kepada sesuatu yang baik adalah sebuah ladang amal kebaikan yang akan bisa dirasakan hasilnya ketika hari akhir tiba.

berkaitan erat dengan momentum hari raya Idul Adha dan sejarah mencatat bahwa terdapat sebuah pengorbanan besar pada peristiwa tersebut, yang mana kita diajarkan untuk belajar mengikhlaskan dan mengorbankan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT meskipun itu berat untuk dilakukan. contohnya yaitu ketika Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Ibrahim AS untuk memenggal leher anaknya, Nabi Ismail AS. Secara tabiat, tidak pernah ada seorang Ayah ingin menyakiti anaknya sendiri, apalagi sampai membunuhnya.

Peristiwa Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk memenggal leher anaknya adalah sebuah pelajaran penting dan berharga untuk kita pahami bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah menjadi ketetapan Allah SWT dan kita harus selalu berusaha mengikhlaskan serta merelakan sesuatu yang kita cintai, yang kita senangi dan yang kita miliki semata-mata untuk Allah SWT.   

Akan tetapi, ketika Nabi Ibrahim ingin memenggal leher Nabi Ismail, Allah SWT menggantikan leher Nabi Ismail dengan leher seekor domba. Yang mana, hal tersebut tidak pernah terpikirkan bahwa akan terjadi seperti itu. Namun, percayalah! Bahwa ketetapan Allah itu ada dan selalu bersikap adil terhadap umatnya. Allah yang pasti lebih tahu daripada umatnya, maka lakukan yang terbaik di dalam hidupmu dan jangan lupa untuk senantiasa melatunkan kalimat syukur kepada Allah SWT.

Peristiwa di atas adalah sebuah pengorbanan seorang ayah yang merelakan anaknya untuk Allah SWT. pengorbanan itu beragam dan sangat banyak sekali bahkan ketika menjadi seorang pelajar pun kita tertuntut untuk selalu belajar mengorbankan sesuatu untuk masa depan yang lebih cerah.
Seorang pelajar yang merantau jauh dari kampung halaman dan meninggalkan keluarga tercinta itu juga merupakan hasil pengorbanan yang dilakukan semata-mata untuk hari yang lebih baik sehingga ia bisa memberikan manfaat untuk masyarakat nanti. Penuntut ilmu sangat berkaitan dengan kedisiplinan dalam mengatur waktu, seakan-akan ia dikejar oleh waktu yang ia miliki. Sebagaimana Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Nabi SAW bersabda:

(نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس: الصحة والفراغ) (2)

Artinya : “dua kenikmatan yang sering terlupakan oleh kebanyakan manusia adalah nikmat sehat dan waktu luang”

 Jika penuntut ilmu tidak disiplin dalam mengatur waktunya untuk melakukan kewajiban-kewajiban sebagai seorang pelajar, maka suatu ketika ia akan menyesali sesuatu yang sudah ditinggalkan, kewajiban-kewajiban yang terlupakan dan kemudian bertanya kepada diri sendiri ; “kenapa tidak sejak dahulu saja, ketika menjadi pelajar. Saya memaksimalkan waktu untuk belajar”?

Sebuah pernyataan penyesalan seorang pelajar yang tidak memanfaatkan waktunya ketika masih menjadi seorang pelajar. Bersikap disiplin dalam mengatur waktu sangat diprioritaskan, terutama bagi seorang pelajar. bersikap dewasa dalam mengutamakan sesuatu yang lebih penting daripada sesuatu yang hanya bersifat penting, bersikap idealis dalam menentukkan arah tujuan, bersikap realis dalam melakukan suatu kebutuhan. Semua ini juga merupakan hasil sebuah pengorbanan yang dilakukan oleh seorang pelajar.
            Setiap tingkatan seseorang memiliki nilai pengorbanan yang berbeda satu dengan yang lain. misalnya saja; seorang suami atau istri (bagi yang sudah), Seorang kepala rumah tangga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya bahkan sampai rela tidak tidur sehari semalam, bersabar mendidik anaknya yang terkadang sulit untuk dinasihati dan juga harus menjaga kestabilan kondisi rumah tangganya. Sebagaimana firman Allah SWT :

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا (النساء: 4)

Artinya : “Dan berikanlah maskawain (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.“

Pada dasarnya, seorang laki-laki yang baik adalah ia senantiasa mengorbankan dirinya untuk perempuan. berkorban yang bersifat materiil, moril bahkan sampai kepada perasaan hati. Rasanya harus dipahami dengan baik bagi setiap laki-laki bahwa perempuan diciptakan sebagai makhluk yang lemah, tidak berdaya, selalu membutuhkan sandaran ketika kesedihan melanda.

            Ini adalah sebuah contoh pengorbanan yang dilakukan seorang suami untuk kebaikan keluarganya dan meraih keridhoan Allah SWT karena sudah menjalankan kewajiban bagi seorang suami yang telah diperintahkan oleh Islam.
Keberadaan Islam adalah sebagai penerang kehidupan manusia. Islam adalah sebuah agama yang mengajarkan kebaikan, menegakkan persatuan, berlaku adil atas segala sesuatu, memerintahkan sikap tolong-menolong antar sesama umat Islam dan seluruh umat manusia pada umumnya. Firman Allah SWT :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء :107)

Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

Islam menebarkan kebaikan tidak hanya kepada umat manusia saja, melainkan Islam datang sebagai rahmat untuk seluruh makhluk hidup yang ada. Islam datang menjaga kestabilan kondisi masyarakat di dalam kemajemukannya. Islam datang membawa risalah besar untuk umat manusia agar selamat hidup dunia dan akhirat, –semoga kita bisa selalu berkumpul dengan orang-orang baik-.

Urgensitas Pengorbanan menjadi sesuatu yang bernilai dan dapat dirasakan hasilnya oleh setiap muslim, ketika ia memahami hakikat risalah kebaikan yang dibawa oleh Islam untuk umat manusia pada umumnya dan juga mengerti bahwa setiap makhluk hidup itu pasti membutuhkan kepada yang lain, maka segerakanlah dekati orang di sekitarmu yang sedang membutuhkan bantuanmu, lakukan dengan ikhlas sepenuh hati meskipun itu sesuatu yang sepele.

  


           





Islamic Ethics

Kata ‘Ethic’ dalam bahasa Inggris didefinisikan sebagai etika, akhlak, atau budi pekerti. Tidak sedikit kata bahasa Indonesia merupakan ...